Hakikat Hayatan Thayyibah (Kehidupan yang Baik)

0
501
happy

Negara manakah yang penduduknya paling bahagia? Menurut United Nation Organization dalam “The world happiness report”, sepuluh besar bangsa yang paling berbahagia di dunia dari 157 negara adalah: 1) Denmark; 2) Swistzerland; 3) Iceland; 4) Norway; 5) Finland; 6) Canada; 7) Netherlands; 8) New Zealand; 9) Australia dan 10)Sweden. Indonesia ranking berapa? 79 !

Indikator yang dipakai untuk mengukur kebahagian dalam laporan ini adalah pendapatan perkapita, ‘social support’, tingkat kesehatan penduduknya, kebebasan untuk menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupannya, kedermawanan negara tersebut, dan tingkat korupsi.

Walau diklaim menggunakan metodologi yang sahih, konsep kebahagiaan yang ditawarkan UNO cenderung menggunakan indikator fisik-material semata. Pertanyaan kritis bisa diajukan: bagaimana dengan absennya ‘kebahagiaan batin’ seperti banyaknya angka bunuh diri dan tingginya angka perceraian di Australia dan banyaknya penggunaan narkoba di negara-negara yang disebut bangsa yang bahagia?

Konsep kehidupan yang baik nan bahagia secara hakiki sejatinya diajarkan dalam Islam. Tujuan dari ‘maqasid syariah’ adalah melindungi harta, jiwa, akal dan agama. Indikator ini sebenarnya meliputi aspek yang lebih lengkap daripada ‘the world happiness report’nya UNO. So, dalam perspektif “maqasid syariah”, masyarakat kaum beriman laiknya adalah masyarakat yang makmur, aman, cerdas. Disamping kemajuan dari indikator kebahagiaan material ini, keimanan menjadi elemen penting untuk menjadi manusia bahagia.

Kehidupan yang baik dalam Islam disebut ‘hayatan thayyibah’. Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya HAYATAN THAYYIBAH (kehidupan yang baik) dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.“ (QS al-Nahl [16]: 97).

Para ahli tafsir mengatakan bahwa indikator dari “hayatan thayyibah” mencakup dimensi lahir dan batin, material spiritual: rezeki yang cukup, harapan akan akhir yang baik, sehat walafiat serta izah Islam. Yang terpenting, menurut Ibnu Qayyim, insan yang ber“hayatan thayyibah” memiliki jiwa yang “qanaah”. Ridha hatinya terhadap segala ketentuanNya. Lapang hatinya menjalani setiap takdirNya. Dengan sifat ‘qanaah’, sakit raga tak membuatnya jatuh menderita. Kurang harta tak membuatnya merana dan sengsara.

Setiap sudut fragmen kehidupan, senang atau sedih, diterima sebagai kebaikan. Dengan demikian, indikator kebahagiaan ‘hayyatan thayyibah’ tidak melulu disandarkan kepada kebahagiaan materi dan ragawi. Namun kebahagiaan “hayyatan thayyibah” bersandar pada hidupnya hati, nikmat, dan kegembiraan hati karena iman.

Melbourne 21/7/2016
Ustadz Endro Hatmanto